BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Materi ini
sangat penting bagi mahasiswa bidan untuk
mengetahui tentang apa itu etika, apa itu moral dan bagaimana menerapkannya dalam parktik kebidanan
sehingga seorang bidan akan terlindung dari kegiatan pelanggaran etik ataupun
pelanggaran moral yang sedang berkembang di
hadapan publik dan erat kaitannya dengan pelayanan kebidanan sehingga
seorang bidan sebagai provider kesehatan harus kompeten dalam menyikapi
dan mengambil keputusan yang tepat untuk
bahan tindakan selanjutnya sesuai standar asuhan dan kewenangan bidan.
Pengkajian dan
pembahasan tentang etika tidak selalu
-hubungannya dengan moral dan norma. Kadang etika
diidentikan dengan moral, walaupun sebenamya terdapat perbedaan dalam
aplikasinya. Moral lebih menunjuk pada perbuatan yang sedang.
Dinilai, sedangkan Etika dipakai sebagai kajian terhadap
sistem nilai yang berlaku. Etika jugs sering
dinamakan filsafat moral yaitu cabang filsafat sistematis yang membahas
dan mengkaji nilai baik buruknya tindakan manusia yang
dilaksanakan dengan sadar serta menyoroti
kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Perbuatan yang
dilakukan sesuai dengan norma moral maka akan memperoleh pujian sebagai rewardnya,
namun perbuatan yang melanggar norma moral, maka si pelaku akan memperoleh
celaan sebagai punishmentnya.
Istilah etik yang kita gunakan
sehari-hari pada hakikatnya berkaitan dengan falsafah moral yaitu mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di
masyarakat dalam kurun waktu tertentu,
sesuai dengan perubahan/perkembangan norma/nilai. Dikatakan kurun waktu tertentu
karena etik dan moral bisa berubah dengan lewatnya waktu.
Pada zaman
sekarang ini etik perlu dipertahankan karena tanpa etik dan tanpa diperkuat oleh
hukum, manusia yang satu dapat dianggap sebagai saingan oleh sesama yang lain.
Saingan yang dalam arti lain harus dihilangkan sebagai akibat timbulnya nafsu
keserakahan manusia. Kalau tidak ada etik
yang mengekang maka pihak yang satu bisa tidak segansegan untuk melawannya dengan segala cara. Segala
cara akan ditempuh untuk menjatuhkan dan mengalahkan lawannya sekadar
dapat tercapai tujuan.
1.2 Tujuan
1.2.1
Untuk
dapat menebutkan kasus-kasus yang berhubungan tentang kode etik bidan
1.2.2
Untuk
dapat mengetahui standard pelayanan kebidanan
1.2.3
Untuk
mengetahui Bidan yang mendapatkan penghargaan di bidang pendidikan, penelitian
dan pelayanan.
1.2.4
Untuk
dapat menyebutkan criteria bidan menurut IBI.
1.3 Rumusan
Masalah
1.3.1
Sebutkan
Kasus-kasus yang berhubungan tentang kode etik bidan
1.3.2
Apa
saja standar pelayanan kebidanan?
1.3.3
Bidan
yang mendapatkan penghargaan di bidang pendidikan, penelitian dan pelayanan?
1.3.4
Apa
saja krteria bidan menurut IBI?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Contoh
Kasus
Ø
Kasus
Aborsi
Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan pada hari
Minggu, 18 Mei 2008 pukul 20:00 wib.
KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi
Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo,
Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang
dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangang oleh
bidan puskesmas.
Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui
mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa
Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut
bukan buah perkawinan yang sah,namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila
dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan
Sarti. Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di
Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika
bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa
menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi
perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan
untuk menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya,
keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi
sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil
setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa
pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan
Santoso dan Novila dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi
permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum tersebut
menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi Rp2.000.000. Hari
itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri
melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia
menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur
dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan
Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami kontraksi dan
mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek
kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan
kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit
Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan darah.
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan darah.
Warga yang melihat peristiwa itu langsung
melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun karena kondisi korban yang kritis, dia
dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat
tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu pukul
23.00 WIB.
Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung
menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang
melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di
tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat
yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di
Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian Novila.
Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare
Kediri mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini
Novila belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi
untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku. Akibat perbuatan
tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan. Hukuman itu
masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan.
Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992.
Belum diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi
tersebut.
Ø
Kasus
operasi
Kasus operasi pembersihan kandungan
(kuret) Ngatemi. Dalam kasus (Kuret) Ngatemi ini, Abdul Mutalib (sebagai suami)
karena merasa telah dirugikan,ia menggugat secara perdata terhadap suami-istri
(dokter-bidan) dari Rumah Sakit Bersalin “Kartini" di pengadilan negeri
Belawan. Pengadilan Negeri Belawan, dengan Hakim: Panut Alflsah dalam kasus
gugatan ini menjatuhkan vonis memenangkan gugatan Abdul Mutalib, sehingga
suami-istri tergugat (dokter-bidan) harus membayar ganti rugi. (Keputusan
Pengadilan negeri Belawan tertanggal 26 juli 1984).
Namun demikian, rupanya kemenangan tidak selalu harus diikuti dengan kepuasan maupun keberuntungan, sebab walaupun vonis hakim mewajibkan suami-istri (tergugat) membayar sejumlah ganti rugi kepada penggugat (Abdul Mutalib) sampai kini entah karena apa Abdul Mutalib tidak pernah merasakan menerima ganti rugi uang yang dinanti-nantikan itu.
Namun demikian, rupanya kemenangan tidak selalu harus diikuti dengan kepuasan maupun keberuntungan, sebab walaupun vonis hakim mewajibkan suami-istri (tergugat) membayar sejumlah ganti rugi kepada penggugat (Abdul Mutalib) sampai kini entah karena apa Abdul Mutalib tidak pernah merasakan menerima ganti rugi uang yang dinanti-nantikan itu.
Peristiwa kuret Ngatemi, istri Abdul
Mutalib, penduduk dari desa Batang Kilat Sungai Mati, Kecamatan Labuhan,
Belawan, Sumatera Utara, yang mengalami operasi pembersihan kandungan akibat
pengguguran pada umur 2 bulan (kuret) dilakukan di Rumah sakit bersalin
“kartini” pada bulan maret 1983.
Kronologis Peristiwa Kuret, dilakukan
oleh seorang bidan, istri seorang dokter pada rumah Sakit tersebut. Rupanya
kesalahan fatal telah terjadi pada waktu dilakukan kuret tersebut, yang menurut
pengakuan Ngatemi, sang bidan telah menarik bagian dalam perutnya dengan paksa,
entah apa yang ditarik, tentu saja Ngatemi tidak mengetahuinya.
"Tarikan" itu baru dihentikan oleh sang bidan setelah dilarang oleh
suaminya dokter.
Melihat keadaan yang tidak semestinya
itu, Abdul Mutalib dengan cepat bertindak untuk melarikan istrinya ke Rumah
Sakit Kodam Bukit Barisan I. Di Rumah Sakit inilah akhirnya diketahui bahwa
usus Ngatemi telah putus sepanjang 10 cm dan kandungannya kedapatan
"rusak", sehingga mengakibatkan saluran pembuangan Ngatemi terpaksa
harus dipindahkan ke bagian perutnya.
Dengan
demikian, Ngatemi hingga sekarang apabila buang air besar melalui lubang
buatan, dari perutnya.
Ø Kasus Malpraktek
Diduga Malpraktek, Rahmawati Meninggal Pascaoperasi
Lhokseumawe Harian Aceh, Kamis, 31 Juli 2008—Delapan hari setelah menjalani operasi, Rahmawati, 31 tahun, warga Meunasah Panton, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara, meninggal dunia, Rabu (28/7) sekitar pukul 07.00 WIB. Pihak keluarga almarhumah menduga telah terjadi malpraktek saat pasien dioperasi.
Reza Angkasah, 30 tahun, adik sepupu Rahmawati kepada Harian Aceh di Lhokseumawe, Rabu (30/7), mengatakan kakak sepupunya itu meninggal dunia di Rumah Sakit Sakinah, Lhokseumawe, setelah mendapat perawatan medis selama 14 jam.
“Kami membawa Kak Rahmawati ke RS Sakinah pada Selasa sekitar pukul 17.00 WIB, karena perutnya gembung, sangat keras. Tadi pagi (kemarin pagi—red) sekitar pukul 07.00 WIB, beliau meninggal dunia,” kata Reza. Dia tidak mempermasalahkan penanganan medis di RS Sakinah. Tetapi,perut Rahmawati gembung diduga akibat malpraktek di Rumah Sakit Bunda, Lhokseumawe, seusai menjalani operasi caesar untuk mengangkat bayi dalam kandungannya, 22 Juli lalu. “Awalnya, kakak sepupu saya itu ditangani bidan di desanya untuk melahirkan anaknya yang ketiga. Karena tidak berhasil, bidan membawanya ke RS Bunda,” kata Reza Angkasah.
Lhokseumawe Harian Aceh, Kamis, 31 Juli 2008—Delapan hari setelah menjalani operasi, Rahmawati, 31 tahun, warga Meunasah Panton, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara, meninggal dunia, Rabu (28/7) sekitar pukul 07.00 WIB. Pihak keluarga almarhumah menduga telah terjadi malpraktek saat pasien dioperasi.
Reza Angkasah, 30 tahun, adik sepupu Rahmawati kepada Harian Aceh di Lhokseumawe, Rabu (30/7), mengatakan kakak sepupunya itu meninggal dunia di Rumah Sakit Sakinah, Lhokseumawe, setelah mendapat perawatan medis selama 14 jam.
“Kami membawa Kak Rahmawati ke RS Sakinah pada Selasa sekitar pukul 17.00 WIB, karena perutnya gembung, sangat keras. Tadi pagi (kemarin pagi—red) sekitar pukul 07.00 WIB, beliau meninggal dunia,” kata Reza. Dia tidak mempermasalahkan penanganan medis di RS Sakinah. Tetapi,perut Rahmawati gembung diduga akibat malpraktek di Rumah Sakit Bunda, Lhokseumawe, seusai menjalani operasi caesar untuk mengangkat bayi dalam kandungannya, 22 Juli lalu. “Awalnya, kakak sepupu saya itu ditangani bidan di desanya untuk melahirkan anaknya yang ketiga. Karena tidak berhasil, bidan membawanya ke RS Bunda,” kata Reza Angkasah.
Disebutkan, setelah diperiksa dokter spesialis bedah
di RS Bunda, Rahmawati langsung dioperasi sehingga lahir bayi laki-laki dengan
selamat. “Pasca-operasi, Kak Rahmawati disuruh berpuasa selama 2 hari. Pada
hari ketiga, dari bekas luka operasi itu, keluar cairan mirip jus apel. Perut
kakak sepupu saya itu pun gembung,” katanya.
Selama 6 hari menjalani perawatan, lanjut Reza, pihak RS Bunda menyatakan Rahmawati sudah diperbolehkan pulang. “Ternyata, perut Kak Rahmawati belum sembuh, malah semakin mengembung. Makanya kami membawanya berobat ke RS Sakinah. Kami menduga operasi yang dilakukan oleh dokter di RS Bunda telah terjadi kesalahan sehingga perut Kak Rahmawati gembung. Menjelang jenazahnya dimandikan, masih keluar cairan di bekas luka operasi,” kata dia.
Selama 6 hari menjalani perawatan, lanjut Reza, pihak RS Bunda menyatakan Rahmawati sudah diperbolehkan pulang. “Ternyata, perut Kak Rahmawati belum sembuh, malah semakin mengembung. Makanya kami membawanya berobat ke RS Sakinah. Kami menduga operasi yang dilakukan oleh dokter di RS Bunda telah terjadi kesalahan sehingga perut Kak Rahmawati gembung. Menjelang jenazahnya dimandikan, masih keluar cairan di bekas luka operasi,” kata dia.
Reza menyatakan pihaknya akan menempuh jalur hukum
untuk menuntut dokter di RS Bunda yang diduga telah melakukan malpraktek saat
Rahmawati menjalani operasi. “Pihak RS Bunda harus bertanggung jawab,” katanya.
Sementara dr. Hanafiah yang melakukan operasi terhadap Rahmawati, saat ditemui di kediamannya, kemarin, membantah pihaknya malpraktek. Rahmawati, kata dia, dibawa oleh seorang bidan ke RS Bunda, 22 Juli lalu, karena persalinan tidak maju. “Tiba di rumah sakit pukul 12.40 WIB, kami operasi pukul 14.20 WIB, sehingga lahir bayi laki-laki dengan berat 4.200 gram,” kata Hanafiah, yang juga pemilik RS Bunda.
Sementara dr. Hanafiah yang melakukan operasi terhadap Rahmawati, saat ditemui di kediamannya, kemarin, membantah pihaknya malpraktek. Rahmawati, kata dia, dibawa oleh seorang bidan ke RS Bunda, 22 Juli lalu, karena persalinan tidak maju. “Tiba di rumah sakit pukul 12.40 WIB, kami operasi pukul 14.20 WIB, sehingga lahir bayi laki-laki dengan berat 4.200 gram,” kata Hanafiah, yang juga pemilik RS Bunda.
Menurut Hanafiah, pada 24 Juli 2008, perut Rahmawati
gembung. Saat ditanyakan kepada pasien, katanya, memiliki riwayat penyakit
maag. Karena gembung, lanjutnya, pasien dikonsultasikan dengan dokter spesialis
penyakit dalam. “Pasien dirawat oleh dokter spesialis penyakit dalam selama
empat hari. Selama perawatan, pasien sudah bisa buang air besar dan buang
angin, maagnya sudah berkurang,” kata dia.
Karena kondisi pasien sudah membaik, lanjut dia,
makanya diperbolehkan pulang dengan anjuran berobat jalan. “Jadi, nggak ada
masalah di bagian kita. Kalau memang sakitnya kambuh lagi, kenapa pasien dibawa
oleh keluarganya ke RS lain, bukan kemari,” kata Hanafiah. “Kami siap melayani
tuntutan keluarga almarhumah Rahmawati.”(irs)
Ø Malpraktek Di Bidang Hukum
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice
dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni :
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang
dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan
tersebut memenuhi rumusan delik pidana, yaitu :
a.
Perbuatan tersebut (positive act
maupun ngative act) merupakan perbuatan tercela.
b.
Dilakukan dengan sikap batin yang
salah (mens rea) yang berupa.
Criminal malpractice
yang bersifat sengaja (intensional) :
a. Pasal
322 KUHP, tentang Pelanggaran Wajib Simpan Rahasia Kebidanan, yang berbunyi:
Ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahuluj diancam dengan pidana penjara paling lama sembi Ian bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah.
Ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahuluj diancam dengan pidana penjara paling lama sembi Ian bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah.
Ayat (2) : Jika
kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.
b. Pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP,
tentang Abortus Provokatus. Pasal 346 mengatakan: Seorang wanita yang sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
c. Pasal
348 KUHP, menyatakan :
Ayat (1) : Barangsiapa
dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
Ayat (2) : Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita ter¬sebut, dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
d. Pasal
349 KUHP, menyatakan :
Jika seorang dokter,
bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346,
ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian
dimana kejahatan dilakukan.
e. pasal
351 KUHP tentang penganiayaan, yang berbunyi :
Ayat (1) : Penganiayaan
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun 8 bulan atau denda tiga
ratus rupiah.
Ayat (2) : Jika
perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama 5 tahun.
Ayat (3) : Jika
mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Ayat (4) : Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Ayat (5): Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak di pidana.
Ayat (4) : Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Ayat (5): Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak di pidana.
Criminal
malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness), misalnya melakukan tindakan
medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
Ø Pasal
347 KUHP, menyatakan :
a. Ayat
(l) : Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan dan me¬matikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
b. Ayat
(2) : Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakart pidana
penjara paling lama 15 tahun.
·
Pasal 349 KUHP, menyatakan :
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan
dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Criminal malpractice yang bersifat negligence
(lalai) misalnya kurang hati-hati melakukan proses kelahiran.
·
Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP,
pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat.Pasal 360 KUHP,
karena kelalaian menyebabkan luka berat.
1. Ayat
(1) : Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka
berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
2. Ayat
(2) : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka
sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan
pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
·
Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam
melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir,
masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya
hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih
berat pula. Pasal 361 KUHP, menyatakan : Jika Kejahatan yang diterangkan dalam
bab ini di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka
pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk
menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat
memerintahkan supaya putusnya diumumkan.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
2.
Civil
malpractice
Seorang bidan akan disebut melakukan
civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya
sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan bidan yang dapat
dikategorikan civil malpractice antara lain:
Ø
Tidak melakukan apa yang menurut
kesepakatannya wajib dilakukan.
Ø Melakukan
apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
Ø Melakukan
apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
Ø Melakukan
apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (bidan) selama bidan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (bidan) selama bidan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
3. Administrative malpractice
Bidan dikatakan
telah melakukan administrative malpractice manakala bidan tersebut telah
melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police
power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang
kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi bidan untuk menjalankan profesinya
(Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban bidan.
Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat
dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
2.2
Hubungan antara Kasus dengan Standar Pelayanan
Kebidanan
STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN
STANDAR I : FALSAFAH DAN TUJUAN
Pelayanan kebidanan dilaksanakan sesuai
dengan filosofi bidan
Definisi Operasional :
1. Dalam
menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam
memberikan asuhan
2. Tujuan utama asuhan kebidanan untuk
menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuhan
kebidanan berfokus pada promosi persalinan normal, pencegahan penyakit,
pencegahan cacad pada ibu dab bayi, promosi kesehatan yang bersifat holistik,
diberikan dengan cara yang kreatif, fleksibel, suportif, peduli, bimbingan,
monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan. Asuhan berkesinambungan, sesuai
keinginan klien dan tidak otoriter serta menghormati pilihan perempuan
STANDAR II : ADMINISTRASI DAN
PENGELOLAAN
Pengelola pelayanan kebidanan
memiliki pedoman pengelolaan, standar pelayanan dan prosedur tetap. Pengelolaan
pelayanan yang kondusif, menjamin praktik pelayanan kebidanan yang akurat.
Definisi Operasional :
1.
Ada pedoman pengelolaan pelayanan yang mencerminkan
mekanisme kerja di unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pimpinan. Ada
standar pelayanan yang dibuat mengacu pada pedoman standar alat, standar
ruangan, standar ketenagaan yang telah tindakan di sahkan oleh pimpinan.
2.
Ada standar prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/
kebidanan yang di sahkan oleh pimpinan.
3.
Ada rencana/program kerja disetiap institusi pengelolaan
yang mengacu ke institusi induk.Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan
berkala secara teratur, dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat.
4.
Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi
yang menggunakan lahan praktik, program pengajaran dan penilaian klinik. Ada bukti administrasi.
STANDAR III : STAF DAN PIMPINAN
Pengelola pelayanan kebidanan
mempunyai program pengeloaan sumber daya manusia, agar pelayanan kebidanan
berjalan efektif dan efisien.
Definisi Operasional :
1.
Tersedia SDM sesuai dengan kebutuhan baik kualifikasi
maupun jumlah.
2.
Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.
3.
Ada jadwal dinas sesuai dengan tanggung jawab dan
uraian kerja.
4.
Ada jadwal bidan pengganti dengan peran fungsi yang
jelas.
5.
Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.
STANDAR IV : FASILITAS DAN
PERALATAN
Tersedia sarana dan peralatan untuk
mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan sesuai dengan beban tugasnya
dan fungsi institusi pelayanan.
Definisi Operasional :
Definisi Operasional :
1.
Tersedia sarana dan peralatan untuk mencapai tujuan
pelayanan kebidanan sesuai standar.
2.
Tersedianya peralatan yang sesuai dalam jumlah dan
kualitas.
3.
Ada sertifikasi
untuk penggunaan alat-alat tertentu.
4.
Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.
STANDAR V : KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Pengelola pelayanan kebidanan
memiliki kebijakan penyelenggaraan pelayanan dan pembinaan personil menuju
pelayanan yang berkualitas.
Definisi Operasional :
1.
Ada kebijakan tertulis tentang prosedur pelayanan dan
standar pelayanan yang disahkan oleh pimpinan.
2.
Ada prosedur
rekrutment tenaga yang jelas.
3.
Ada regulasi internal sesuai dengan peraturan yang
berlaku untuk mengatur hak dan kewajiban personil.
4.
Ada kebijakan
dan prosedur pembinaan personal.
STANDAR VI : PENGEMBANGAN STAF DAN
PROGRAM PENDIDIKAN
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Definisi Operasional:
1.
Ada program pembinaan staf dan program pendidikan
secara berkesinambungan.
2.
Ada program
orientasi dan pelatihan bagi tenaga bidan/personil baru dan lama agar dapat
beradaptasi dengan pekerjaan.
3.
Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan
evaluasi hasil pelatihan.
STANDAR VII : STANDAR ASUHAN
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki
standar asuhan/manajemen kebidanan yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberikan
pelayanan kepada pasien.
Definisi Operasional :
1.
Ada Standar Manajemen Asuhan Kebidanan (SMAK) sebagai
pedoman dalam memberikan pelayanan kebidanan.
2.
Ada format manajemen kebidanan yang terdapat pada
catatan medik.
3.
Ada pengkajian
asuhan kebidanan bagi setiap klien.
4.
Ada diagnosa
kebidanan.
5.
Ada rencana
asuhan kebidanan.
6.
Ada dokumen
tertulis tentang tindakan kebidanan.
7.
Ada catatan perkembangan klien dalam asuhan kebidanan.
8.
Ada evaluasi
dalam memberikan asuhan kebidanan.
9.
Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.
STANDAR VIII : EVALUASI DAN
PENGENDALIAN MUTU
Pengelola pelayanan kebidanan
memiliki program dan pelaksanaan dalam evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan
kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Definisi Operasional :
Definisi Operasional :
1.
Ada program atau rencana tertulis peningkatan mutu
pelayanan kebidanan.
2.
Ada program atau
rencana tertulis untuk melakukan penilaian terhadap standar asuhan kebidanan.
3.
Ada bukti
tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan pengendalian mutu
asuhan dan pelayanan kebidanan.
4.
Ada bukti
tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut.
5.
Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara
teratur kepada semua staf pelayanan kebidanan
2.3
Bidan yang Mendapatkan Penghargaan
a.
Bidang Pendidikan
Dwinta Dyah
Larasati, bidan yang mendapat pelatihan dari program UNICEF, sedang mengajar di
kelasnya mengenai pentingnya pemberian ASI di Puskesmas Sengkol di Nusa
Tenggara Barat, Indonesia.
LOMBOK, Indonesia, 29 Juli 2008 – Hari masih sangat pagi ketika Dwinta Dyah
Larasanti, seorang bidan, berangkat menuju Puskesmas dan bersiap untuk berjuang
melawan buruknya pemberian asupan gizi untuk bayi-bayi. Senjata Dwinta untuk
perangnya ini sederhana: informasi yang akurat.
Dwinta adalah satu dari banyak bidan-bidan baru yang mendapat pelatihan
dari program dukungan UNICEF untuk pemberian asupan gizi bayi. Sekarang dia
meneruskan pengetahuan yang dia dapat kepada para ibu. Di Puskesmas dia
menggunakan perangkat yang sederhana seperti kertas balik (flip charts) dan
panduan-panduan bergambar untuk menjelaskan pentingnya pemberian ASI bagi bayi.
“Ibu-ibu harus memberikan hanya ASI kepada bayi dari sejak lahir hingga umur
6 bulan. Tidak boleh ada susu formula, tidak ada makanan keras. Tidak boleh ada
apapun kecuali air susu ibu,” katanya kepada para ibu yang datang ke kelasnya.
“Bahkan ketika ibu-ibu mulai menyapih bayi-bayi, susu ibu dapat dihentikan
setelah umur dua tahun ke atas.”
Negara Berkembang Menderita
Aliansi Dunia untuk Menyusui (World Alliance for Breastfeeding Action)
menetapkan “standar emas” untuk menyusui – yang termasuk memberikan ASI segera
satu jam setelah melahirkan dan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan, dan
pemberian ASI secara terus-menerus sampai anak berumur dua tahun.
Di Indonesia, kebanyakan ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif pada
bayi-bayi mereka selama enam bulan. Tren ini juga dapat dilihat di berbagai
negara berkembang dan praktek ini bisa menimbulkan akibat-akibat yang fatal
serta mematikan.
“Air susu ibu adalah vaksin pertama dari kehidupan seorang anak. Air susu
ibu dapat melindungi bayi dari ancaman diare, kuranga gizi dan
penyakit-penyakit lain yang mematikan,” kata Kepala Unit Kesehatan dan Pangan
dari UNICEF Indonesia, Anne Vincent. “UNICEF bekerja di wilayah-wilayah kunci
untuk meningkatkan kesadaran para bidan serta para ibu. Program ini
sangat dibutuhkan lebih dari sebelumnya,”
b.
Bidang Pelayanan
Indonesia
kembali menempatkan wakilnya dalam daftar CNN. Kali ini bukan makanan. Seorang
bidan profesional di Bali masuk dalam daftar 10 besar CNN Heroes, sebuah daftar
berisi orang-orang yang memberi sumbangsih luar biasa dalam membantu
orang-orang di sekitar mereka.
Adalah Robin Lim,
terpilih karena dedikasinya memberi layanan kehamilan dan persalinan gratis
pada wanita Indonesia yang kurang mampu sejak 1994. Sebagai wujud dedikasinya,
ia mendirikan sebuah yayasan bernama Bumi Sehat Bali pada 2003. Ribuan ibu di
Bali dan Aceh telah menjadi catatan bakti Robin Lim.
Wanita yang kini
menetap di Ubud, Bali bersama keluarganya itu juga telah menulis beberapa buku
laris terkait persalinan. Lim juga telah menyabet banyak penghargaan atas
dedikasinya itu.
2.4
Kriteria Bidan Menurut IBI
a.
Bagi pelakunya secara nyata / de facto dituntut
kecakapan sesuai tugas-tugas khusus sertatunutuan dari jenis jabatannya.
b.
Kecakapan atau keahlian pekerja profesional bukan
sekedar hasil pembiasaan tapi didasariwawasan keilmuan yang mantap, menuntut pendidikan, terprogram
secara relevan dan berbobot,terselenggara secara efektif-efisien dan tolak ukur
evaluatifnya terstanda.
c.
Pekerja profesional dituntut berwawasan sosial yang
luas, pilihan jabatannya / kerjanya didasarikerangka nilai tertentu, bersikap
positif terhadap jabatan dan perannya dan bermotivasi dan berkarya
sebaik-baiknya.
d.
Jabatan profesional mendapat pengesahan dari
masyarakat dan atau negaranya, memiliki syarat-syarat serta kode etik yang
harus dipenuhi dimana menjamin kepantasan berkarya dan sekaligusmerupakan
tanggung jawab sosial pekerja profesional bidan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar